Sejak pemerintah mencanangkan Ujian Nasional sebagai faktor penentu dalam kelulusan siswa, banyak cara yang dilakukan untuk menyiasati kebijakan tersebut. Tingkat kelulusan yang tinggi merupakan sebuah keniscayaan yang tak dapat ditawar lagi demi “harga diri” sekolah. Maka, setiap stakeholder sekolah harus bahu-membahu demi mencapai nilai ujian yang tinggi. Dan, segala cara pun dihalalkan.
Segala cara dihalalkan? Ya! Segala cara dihalalkan! Kita tahu betapa hebatnya tekanan yang bernama UN ini. Bukan hanya siswa yang stress, namun guru, orang tua, kepala sekolah, kepala dinas, bahkan bupati pun ikut stress. Dan kita tahu, bahwa dalam keadaan tertekan, setiap orang bisa melakukan apa saja. Yang terjadi adalah kecurangan-kecurangan, baik yang dilakukan individu maupun kolektif.
Saya mencatat banyak sekali trik yang dilakukan untuk menggapai nilai UN nan tinggi itu. Tapi, mohon jangan curiga dulu. Bukan maksud saya untuk mengajari calon peserta atau calon panitia UN kalau trik-trik itu saya beberkan. Tujuan saya hanya, agar kita waspada dan hati-hati untuk pelaksanaan UN selanjutnya. Jangan sampai niat mulia pemerintah untuk menaikkan mutu pendidikan ini, justru di-counter dengan cara-cara curang yang tak bertanggung jawab.
Nah, inilah beberapa trik yang paling populer di antara 1001 siasat yang dapat digunakan:
1. Manipulasi Lembar Jawab Komputer (LJK)
Cara ini marak dilakukan tahun 2004-2005. Pada waktu itu belum ada Tim Independen.Yang ada hanyalah Koordinator Pengawas (Korwas), yang tugas utamanya: (a) mengambil Soal Ujian dan Lembar Jawab Komputer (LJK) dari Panitia SubRayon ke Sekolah Penyelenggara Ujian (SPU), (b) bengong pada saat ujian dilaksanakan, lalu (c) mengantar LJK ke Subrayon.
Nah, dengan dalih untuk mengecek apakah siswa sudah benar dalam mengisi data pribadi di LJK, Panitia Ujian (baca: SPU) bisa sekaligus membetulkan jawaban yang salah.
Dampaknya? Karena biasanya Panitia hanya konsen pada siswa yang “diduga” nilainya rendah, maka siswa ini nilainya jadi menggelembung, menyalip siswa lain yang kemampuannya “di atasnya”. Jadi, jangan heran kalau di suatu sekolah, hasil UN mengejutkan. Siswa yang pandai kalah nilainya dengan siswa yang “biasa saja”.
2. Meyiapkan LJK “Bayangan”
Siasat ini biasanya dilakukan oleh SPU yang sekaligus menjadi markas Subrayon. Karena ada cadangan LJK yang cukup banyak, mereka bisa menyiapkan LJK “Bayangan” untuk mengganti LJK asli milik siswa yang “diduga’ nilainya rendah. Setiap SPU menyiapkan Tim Khusus yang bertugas mengambil sisa soal dari Ruang Ujian (RU), mendistribusikan ke Guru Mapel yang bertugas menjawab soal, dan mengisi LJK “Bayangan” berdasarkan jawaban yang telah dirumuskan. Pada saat checking terakhir, sebelum LJK dibawa Korwas ke Subrayon, Panitia dengan keterampilan tangan ala Deddy Corbuzer, bisa mengganti LJK Asli siswa dengan LJK “Bayangan” yang telah disiapkan oleh Tim Khusus.
Dampaknya? Dampaknya ya setali tiga uang alias sami mawon dengan cara 1.
3. Membocorkan Kunci Jawaban
Cara yang paling heboh adalah dengan menaruh kunci jawaban di WC. Sebelum di setiap RU ada siswa yang bertugas menjadi koordinator. ??? Ya! Koordinator ini tugasnya menyebarkan hasil temuannya ke siswa lain dalam satu RU. Caranya? Bisa secara langsung atau menggunakan kode-kode tertentu yang aman atau bisa mengelabui Pengawas. Misalnya dengan isyarat seperti: pegang kuping kanan untuk jawaban A, pegang rambut untuk jawaban B, menggaruk kepala untuk jawaban C, dst. Ya, tentu saja perlu latihan dulu untuk menerapkan cara ini.
Cara yang paling canggih adalah menggunakan sms via telepon genggam (HP). Untuk cara ini kiranya tidak perlu saya jelaskan.
Namun, berbagai bentuk kecurangan ini akhirnya “tercium” juga. Maka beberapa kebijakan dalam penyelenggaraan UN pun diperbarui. Mulai tahun 2006, Pemerintah menyiapkan Tim Independen Pemantau Ujian (wah, nama tepatnya saya lupa, pokoknya Tim Independen gitu). Tim ini bertugas memantau, mencatat, dan melaporkan pelaksanaan UN di setiap SPU. Anggota Tim ini adalah dari Perguruan Tinggi terdekat.
Prosedur pengawasan pun diperketat, antara lain dengan cara: (a) Sisa soal tidak boleh keluar dari RU, (b) Sampul LJK harus dilem di RU sehingga tidak mungkin disisipi LJK lain, (c) Selain Pengawas RU, siapa pun, termasuk Pejabat, tidak diperkenankan masuk RU, (d) Peserta atau pengawas RU tidak diperbolehkan membawa HP, (e) dll.
Apakah ini sudah aman? Eit, tunggu dulu! Yang namanya maling itu punya 1001 cara untuk mencuri. Nah, SPU yang nakal tidak kekurangan cara untuk berbuat curang. Karena tidak mungkin memanipulasi LJK, cara yang paling memungkinkan adalah membocorkan jawaban kepada siswa. Caranya? Untuk mendapatkan sisa soal dari RU, Panitia tidak kekurangan akal. Banyak jalan menuju Roma! Untuk membocorkan jawaban kepada siswa? Sekali lagi, banyak jalan menuju Roma. Nih, beberapa cara yang populer:
a. Menggunakan Bunyi/Suara
Untuk mempraktikkan cara ini, sebelumnya perlu ada simulasi atau semacam latihan. Hah! Latihan berbuat curang? Di lingkungan sekolah banyak sumber bunyi yang bisa digunakan. Sebelum UN, perlu juga disepakati makna dari bunyi-bunyi tersebut. Misalnya, bunyi peluit untuk melambangkan jawaban A, ketukan kayu untuk B, klakson untuk C, dst.
Untuk cara ini ada kurang lebih 70-an variasinya.
b. Menggunakan Pengumuman Tersamar
Pengumuman Tersamar? Ah, saya bingung menentukan judulnya. Contohnya begini: Beberapa menit setelah UN berlangsung (tentu saja setelah Tim Khusus mendapatkan kunci jawaban), lewat pengeras suara SPU bisa mengumandangkan pengumuman semacam ini... “ Pengumuman... Mohon perhatian kepada siswa yang disebut namanya berikut ini, nanti setelah ujian... dimohon mengahadap ke Kantor TU... satu ... Budi ... dua ... Daniel... tiga ... Cecep ... empat... Bambang ... lima ... Anisa ...”.
Tahu kan maksudnya? Itu artinya jawaban no. 1 B, 2 D, 3 C, 4 B, 5 A.
Ada 33 variasi dari cara ini!
c. Menggunakan Tanda
Setiap benda di sekolah bisa dijadikan tanda. Misalnya pot bunga. Untuk melaksanakan siasat ini, Panitia bekerja sama dengan Pesuruh sekolah. Caranya: Pesuruh sekolah menaruh pot bunga di tempat yang mudah dilihat oleh siswa. Setiap pot berisi jenis bunga yang berbeda, yang melambangkan huruf yang berbeda. Misalnya, bunga Aglaonema untuk huruf A, Bonsai untuk huruf B, dst.. Pot bunga ini ditaruh berjejer dengan urutan yang telah disepakati sebelumnya. Nah, butuh 10 pot untuk 10 jawaban.
d. Dan lain-lain, dan lain-lain
Itu sekedar beberapa cara yang , sekali lagi, jangan ditiru. Masih banyak cara lain, yang kalau saya beberkan semua, blog ini tidak akan cukup menampungnya. Bagaimana UN tahun 2009 ini? Selama soal UN masih berupa soal Check Point atau Pilihan Ganda, 1001 cara masih akan digunakan. Maka, waspadalah!
Selasa, 13 Januari 2009
Kamis, 01 Januari 2009
Berguru kepada Alam
Tak ada guru yang lebih baik dari alam semesta ini. Segala sesuatunya selalu memberi pelajaran yang berharga bagi kita. Karena alam adalah guru yang sejati. Karena dari alamlah kita bisa belajar tentang segalanya.
Kita belajar tentang kerendahan hati dari air yang mengalir. Tak ada zat yang lebih lembut daripada air. Namun, tak ada benda sekeras apa pun yang tak dapat dihancurkannya.
Kita belajar tentang kejujuran dari beningnya embun di pagi hari. Demikian jernih dan terang, tak ada sesuatu yang tersembunyi. Sebab segala sesuatu itu transparan adanya. Kebusukan atau keculasan, akan ketahuan karena hanya bertabir waktu.
Kita belajar tentang cinta dari matahari. Ia setia menyiram bumi dengan sinarnya yang perkasa. Hanya memberi, namun tak harap kembali. Karena begitulah mestinya cinta. Memberi, memberi, dan memberi.
Kita belajar tentang kerukunan dari konvoi semut di dinding. Kemana pun mereka pergi, selalu beriring berurutan, bertegur sapa, bergotong royong, berbagi, dan saling menolong.
Kita belajar tentang keberanian dari angin yang berbisik. Desau angin yang bergulir, menelusup ke setiap sudut, tak ada sesuatu yang tak terlewati. Tak gentar, meski harus menembus kegelapan.
Kita belajar tentang kekuatan dari rumpun ilalang. Lemah jika sendiri, namun akan teguh dan ulet jika bersatu.
Kita belajar tentang kehidupan dari rerumputan. Sekali mati, ia akan hidup kembali. Tak ada racun yang bias membuatnya mati abadi. Sebab Allah telah memberinya kekuatan untuk selalu bersemi.
Kita belajar tentang rezeki dari – sekali lagi – air yang mengalir. Air selalu mengalir, mengisi kekosongan di mana saja. Karena begitulah yang namanya rejeki. Selalu mengalir, mengisi kekosongan di mana saja. Sebab dari Allah-lah rezeki itu datang, dan dari Allah-lah rezeki itu selalu datang. Selalu datang dan tak pernah berhenti, karena Allah Sang Maha Memberi.
Kita selalu berguru kepada alam. Kita selalu belajar dari alam. Karena alam dan kita, satu adanya.
Kita belajar tentang kerendahan hati dari air yang mengalir. Tak ada zat yang lebih lembut daripada air. Namun, tak ada benda sekeras apa pun yang tak dapat dihancurkannya.
Kita belajar tentang kejujuran dari beningnya embun di pagi hari. Demikian jernih dan terang, tak ada sesuatu yang tersembunyi. Sebab segala sesuatu itu transparan adanya. Kebusukan atau keculasan, akan ketahuan karena hanya bertabir waktu.
Kita belajar tentang cinta dari matahari. Ia setia menyiram bumi dengan sinarnya yang perkasa. Hanya memberi, namun tak harap kembali. Karena begitulah mestinya cinta. Memberi, memberi, dan memberi.
Kita belajar tentang kerukunan dari konvoi semut di dinding. Kemana pun mereka pergi, selalu beriring berurutan, bertegur sapa, bergotong royong, berbagi, dan saling menolong.
Kita belajar tentang keberanian dari angin yang berbisik. Desau angin yang bergulir, menelusup ke setiap sudut, tak ada sesuatu yang tak terlewati. Tak gentar, meski harus menembus kegelapan.
Kita belajar tentang kekuatan dari rumpun ilalang. Lemah jika sendiri, namun akan teguh dan ulet jika bersatu.
Kita belajar tentang kehidupan dari rerumputan. Sekali mati, ia akan hidup kembali. Tak ada racun yang bias membuatnya mati abadi. Sebab Allah telah memberinya kekuatan untuk selalu bersemi.
Kita belajar tentang rezeki dari – sekali lagi – air yang mengalir. Air selalu mengalir, mengisi kekosongan di mana saja. Karena begitulah yang namanya rejeki. Selalu mengalir, mengisi kekosongan di mana saja. Sebab dari Allah-lah rezeki itu datang, dan dari Allah-lah rezeki itu selalu datang. Selalu datang dan tak pernah berhenti, karena Allah Sang Maha Memberi.
Kita selalu berguru kepada alam. Kita selalu belajar dari alam. Karena alam dan kita, satu adanya.
Diposting oleh Ch. Susanto di 09.01 0 komentar
Langganan:
Postingan (Atom)